SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari
Surabaya – Mantan Camat Padangan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Heru Sugiharto bakal terus dihadirkan dalam persidangan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) delapan desa di Kecamatan Padangan.
Hal itu karena Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya menilai pria yang kini menjabat Kepala Dinas Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Bojonegoro itu berbelit-belit dan sarat kebohongan dalam memberikan kesaksian.
Selain Heru Sugiharto, turut dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan Tipikor Senin (11/09/2023) kemarin adalah Kepala Desa (Kades) Dengok, Supriyanto dan Kades Purworejo, Sakri.
Kejadian ini bermula saat Ketua Majelis Hakim, Hj. Halima Umaternate saat menegaskan bahwa sudah ada beberapa kepala desa penerima dana BKKD yang didengar kesaksiannya. Mereka mengatakan bahwa ada arahan dari Camat Padangan untuk memakai terdakwa Bambang ketika menjalankan proyek BKKD.
“Jadi jangan bohong, jangan berbelit-belit dan berikan keterangan yang sebenarnya. Kamu bisa kena sumpah palsu,” kata Hakim Ketua, Hj. Halima Umaternate memperingatkan.
Meski begitu, Heru Sugiharto, masih tidak mau mengakui. Kehadiran terdakwa Bambang Soedjatmiko yang hadir di pertemuan pertama di pendopo kecamatan, dibantah oleh Heru. Adanya arahan Camat Pandangan, Heru Sugiarto, kepada para Kades yang hadir supaya menggunakan terdakwa Bambang untuk melaksanakan proyek BKKD juga diingkari.
Keterangan Heru tersebut memantik reaksi Hakim Anggota, Manambus Pasaribu memerintahkan JPU agar memasukkan lagi saksi Sakri yang sudah didengar kesaksiannya kembali dalam persidangan.
Selanjutnya Hakim Manambus bertanya kepada Sakri tentang ada atau tidaknya pertemuan antara saksi Heru Sugiharto yang ketika itu menjabat sebagai Camat Padangan dengan para kepala desa penerima dana BKKD. Kades Sakri mengaku, bahwa pertemuan di kebun jambu itu memang ada, dan dilaksanakan sebanyak dua kali.
“Dengar tidak yang dia bilang? Pertemuan di Kebun Jambu itu ada, bahkan dua kali. Kamu masih bohong,” ujar Hakim Manambus.
“Saya lupa, Saya tidak ingat,” jawab Heru.
“Jawabanmu itu bohong. Kamu juga selalu mengatakan lupa. Kamu tidak lupa tapi pura-pura lupa,” sahut Hakim Manambus.
Hakim Manambus kemudian memerintahkan JPU untuk tetap mendatangkan saksi Heru Sugiharto dimuka persidangan saat penuntut umum mendatangkan para kepala desa yang lain sebagai saksi.
“Hadirkan dia pak jaksa pada persidangan selanjutnya. Saksi ini harus tetap duduk disini bersama para kepala desa yang lain penerima dana BKK,” perintah hakim Manambus.
Tak hanya Heru, Kades Supriyanto juga diperingatkan majelis hakim. Ini disebabkan kesaksiannya perihal pertemuan yang dihadiri Camat Padangan saat dijabat Heru Sugiharto dan para kepala desa penerima dana BKKD.
Supriyanto menerangkan, bahwa pertemuan di Kebun Jambu atas undangan Camat Padangan yang diunggah di grup WhatsApp para kepala desa. Pertemuan tersebut digelar di Kebun Jambu milik saksi Supriyanto atas permintaan dia sendiri.
Jawaban itu dinilai janggal oleh hakim, karena Heru adalah Camat yang secara hierarki ada di atas jabatan dia, tetapi bisa menyuruh Camat supaya menggelar pertemuan di Kebun Jambu.
“Anda ketika diperiksa penyidik Polda Jatim, apa sudah berstatus tersangka? Berdoa saja kamu ya, supaya statusmu belum berubah menjadi tersangka,” ucap hakim Manambus.
Sementara itu, salah satu Penasihat Hukum (PH) Terdakwa Bambang Soedjatmiko, Pinto Utomo mengatakan, bahwa dari keterangan tiga saksi fakta terlihat prosedur pengadaan proyek itu dilandasi itikad yang tidak baik dari para pemangku kepentingan.
Pengawasan dari OPD terkait, camat, hingga desa dinilai abai semua. Sehingga kesalahan yang ada menurutnya adalah kesengajaan para pihak. Namun ironinya, hanya ada Terdakwa Bambang saja, padahal Pasal yang disangkakan adalah juncto Pasal 55, yang artinya dakwaan korupsi itu dilakukan bersama-sama.
“Saya hanya mengutip perintah Hakim agar saksi dijadikan Tersangka. Bukan masalah benar dan salah, karena itu kembali pada kewenangan Hakim. Yang jelas klien kami Pak Bambang itu hanya disuruh kerja begitu saja,” tandas Pinto kepada SuaraBanyuurip.com.(fin)