Polemik Tambang Kapur Bojonegoro, Walhi Jatim: Pembahasan AMDAL Harus Libatkan Warga

Demo tambang kapur.
Warga Sumuragung, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro, saat demo menuntut tambang batu kapur di milik PT WBS ditutup.

SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro

Bojonegoro – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur menyebut pembasahan analis dampak lingkungan (AMDAL) tambang kapur harusnya melibatkan masyarakat. Hal tersebut, menanggapi perpanjangan eksplorasi tambang kapur di wilayah Kecamatan Baureno oleh PT Wira Bumi Sejati (WBS) hingga 2032 mendatang.

Direktur Walhi Jawa Timur, Wahyu Eka Setyawan mengatakan, perpanjangan izin tambang di wilayah Baureno tidak perlu revisi AMDAL kecuali ada perluasan atau penambahan wilayah.

“Revisi bisa dilakukan ketika ada temuan bahwa AMDAL tidak sesuai kondisi lapangan serta tidak melibatkan warga,” katanya, Selasa (17/10/2023).

Di dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup (PPLH) No 32 Tahun 2009, Eka melanjutkan jika AMDAL itu dokumen publik yang wajib diketahui banyak orang. Termasuk harus melibatkan banyak orang atau warga terdampak.

“Sebab hal tersebut berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Makanya proses pembuatan AMDAL harus terbuka dan partisipatif itu ada di pasal 26 UU PPLH,” jelasnya.

Namun, jika pembahasan AMDAL tidak melibatkan warga, maka warga bisa mengajukan keberatan. Sehingga nantinya akan ada evaluasi serta bisa disanksi administratif yakni ditangguhkan izinnya.

“Seharusnya proses awal melibatkan warga dan terbuka bukan tertutup. Inilah lemahnya peran pemerintah kabupaten yang enggan melakukan verifikasi dengan bertanya ke warga secara langsung dan terlalu mudah menerbitkan izin,” tuturnya.

Kasus konflik tambang di Sumuragung, Kecamatan Baureno adalah akibat dari tidak partisipatifnya proses penerbitan izin dan tidak terbukanya informasi ke warga. Eka mengatakan, dari proses tersebut juga menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah kabupaten dan provinsi kepada perusahaan tambang

“Sehingga mengakibatkan perusahaan lalai dan cenderung mengabaikan persoalan penting seperti hak warga dan kondisi lingkungan, karena sedari proses mereka sudah mendapatkan priviliged atau perlakuan istimewa akibat ketidaktegasan pemerintah,” katanya.(jk)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *