Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Saksi Ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) terlibat debat kusir dengan para Terdakwa penghalangan kegiatan tambang milik PT Whira Bumi Sejati. Tambang itu terletak di Desa Sumuragung, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Ahli dari KESDM yang dihadirkan secara daring di Pengadilan Negeri Bojonegoro ini ialah Buana Sjahboeddin, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Ditjen Minerba KESDM.
Debat kusir terjadi, disebabkan Ahli memberikan tanggapan yang berbeda atas pertanyaan yang diajukan oleh JPU Dekry Wahyudi dengan pertanyaan yang diajukan oleh Terdakwa. Tak cuma itu, Ahli juga terlihat emosional dan menaikkan suara beberapa kali dalam tanya jawab dengan Terdakwa.
Salah satunya, ketika Jaksa bertanya kepada Ahli perihal frasa “merintangi” dalam Undang-Undang (UU) Mineral dan Batu Bara (Minerba) No. 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Pasal 162.
Buana Sjahboeddin menerangkan ihwal frasa dimaksud dengan merujuk Kamus Bahasa Indonesia. Dengan cara memberi sesuatu agar seseorang tidak bisa lewat, bisa kayu dan sebagainya.

Tetapi, ketika Terdakwa Isbandi mengajukan pertanyaan tentang frasa “setiap orang” pada pasal 162 UU No. 3 Tentang Pertambangan Minerba, Ahli justru mengelak bahwa hal itu bukanlah keahliannya. Terdakwa disarankan untuk bertanya pada Ahli Bahasa. Padahal sebelumnya ketika JPU bertanya tentang frasa pada Pasal 162, Ahli menjawabnya berdasar Kamus Bahasa Indonesia.
Selanjutnya, masih berkenaan dengan frasa “setiap orang” pada Pasal 162, saat Terdakwa menanyakan menghubungkan dengan penetapan Terdakwa yang hanya ada 3, selain dia ada Akhmad Imron dan Parno, Ahli menjawab dengan nada marah.
“Tanyakan hal itu kepada Penyidik, silakan hadirkan Penyidik,” kata Buana Sjahboeddin dalam sidang di ruang Cakra PN Bojonegoro, Kamis (02/11/2023) kemarin.
Perlakuan berbeda juga terlihat lagi di ruang sidang, kala JPU memperlihatkan dokumen pakta integritas dilanjutkan JPU bertanya tentang MoU antara KESDM dan PT WBS. Ahli berani memastikan bahwa pakta integritas sebagai rangkaian sebelum terbit pembatalan pencabutan izin pertambangan.
“Mestinya kalau sudah ada pakta integritas, kemudian bisa terbit SK pembatalan pencabutan,” ucap Ahli.
Ini berbeda saat Penasehat Hukum (PH) Terdakwa, Ahmad Mu’az bertanya kepada Ahli bagaimana cara menguji validitas QR Code dalam dokumen elektronik. Buana Sjahboeddin meminta agar PH men-scan QR Code itu melalui handphone (hp). Namun saat ditanya kenapa saat di-scan QR Code itu tidak muncul data, Ahli mengelak bahwa itu bukan keahliannya.
“Tanyakan tentang QR itu kepada Ahli IT, karena itu bukan bidang saya, begitu pula soal pembatalan pencabutan izin itu bukan wilayah saya, itu wilayah BKPM,” kilahnya.
Ketua Majelis Hakim, Nalfrijhon bahkan sempat menengahi peristiwa tanya jawab yang dianggap debat kusir. Dia meminta agar pertanyaan kepada Ahli difokuskan sesuai keahliannya dan tidak melebar kemana-mana.
“Kalau debat kusir begini terus tidak akan ada selesainya,” tegas Hakim Ketua.
Setelah itu. Hakim Anggota Ida Zulfamazidah bertanya kepada Ahli mengenai keberadaan data Izin Usaha Pertambangan (IUP) di pusat, Ahli mengaku tidak tahu.
“Mungkin ada, tapi di direktorat sebelah, kan saya ada di bagian hukum,” jawab Ahli.
Ketua Majelis melanjutkan bertanya, jika orang umum ingin mengetahui apakah ada aplikasi yang bisa untuk melihat izin masih berlaku atau tidak. Tetapi, alih alih dijawab tentang ada atau tidaknya aplikasi yang ditanyakan, Ahli malah menjawab bahwa terkait mineral bukan logam dan batuan sudah tidak lagi kewenangan di pusat.
“Jadi kalau mau melihat izinnya silakan ditanyakan ke Provinsi,” ucapnya.
Selain Ahli dari KESDM, JPU menghadirkan pula Ahli dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bojonegoro. Tetapi PH Terdakwa menyatakan keberatan dengan saksi ahli dari BPN. Sehingga tidak ada pertanyaan kepada ahli. Keberatan tersebut dicatat Majelis Hakim.
“Kami keberatan karena Ahli dari BPN itu belum diperiksa atau tidak tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Hal itu dalam rasionalisasi kami sama saja dengan meragukan P21 yang diterbitkan, padahal berkas perkasa P21 sudah lengkap dan sempurna,” jelas Ahmad Mu’az.(fin)