3 Terdakwa Tambang Kapur Bojonegoro Dituntut 5 Bulan Penjara, Walhi : Jaksa Tak Melihat Penyebab Persoalan

Sidang tambang kapur Bojonegoro.
Tiga terdakwa tambang kapur Bojonegoro saat menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bojonegoro.

SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro

Bojonegoro – Tiga terdakwa perkara tambang batu kapur atau galian C di Desa Sumuragung, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur dituntut lima bulan kurungan. Sementara Walhi Jatim menilai jaksa penuntut umum (JPU) dalam tuntutannya mengabaikan persoalan yang menyebabkan warga berunjuk rasa.

Jaksa penuntut umum (JPU) Dekry Wahyudi mengatakan, tiga terdakwa Akhmad Imron, Isbandi, dan Parno warga Desa Sumuragung, Kecamatan Baureno dituntut lima bulan kurungan. Mereka dinyatakan bersalah karena melanggar pasal 162 Undang-undang mineral dan batu bara (Minerba).

“Itu sesuai tuntutan sidang tadi. Mereka dinyatakan bersalah karena telah menghalangi aktivitas tambang kapur,” katanya, Senin (20/11/2023).

Dekry mengatakan, selama persidangan tiga terdakwa berlaku sopan sehingga itu menjadi hal yang meringankan. Sedangkan hal yang memberatkan, akibat perbuatan ketiga terdakwa PT Wira Bumi Sejati (WBS) dirugikan dan terdakwa tidak merasa bersalah.

“Sehingga itu yang menjadi pertimbangan adanya tuntutan. Selanjutnya sidang akan dilanjutkan dengan pembelaan tiga terdakwa minggu depan,” katanya kepada suarabanyuurip.com.

Menanggapi tuntutan tersebut, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Wahyu Eka Setyawan menilai jaksa jelas luput melihat persoalan yang menyebabkan terjadinya aksi protes.

“Padahal sudah jelas, kalau tidak ada dampak terkait pertambangan masyarakat tidak akan protes,” katanya.

Dia mengatakan, masyarakat protes karena terganggu. Namun, saat menyuarakan dampak tambang malah dikenakan pasal 162 undang-undang mineral dan batu bara.

“Ini preseden buruk bagi perlindungan hak warga terkait dengan pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” tegasnya.

Dia menambahkan, menanggapi hal ini majelis hakim harus jeli karena menyangkut kasus lingkungan hidup. Selain hakim harus bersertifikasi lingkungan, juga dituntut untuk adil dan objektif.

“Jangan sampai menjadi catatan buruk persidangan kasus lingkungan, dimana warga selalu kalah oleh perusahaan,” pungkasnya.(jk)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *