Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah usai melaksanakan Roadshow Bus Antikorupsi di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Agenda tersebut membawa misi pencegahan korupsi dan pendidikan antikorupsi.
Dalam catatan Suarabanyuurip.com sendiri, banyak nama Pegawai Negeri Sipil (PNS) di tingkat birokrasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro terseret kasus rasuah. Mulai dari mantan kepala inspektorat dan mantan sekretaris daerah telah dijatuhi hukuman dalam kasus ini. Siapa sajakah mereka yang terlibat?
1. Mantan Kepala Inspektorat Bojonegoro Syamsul Hadi
Mantan Inspektur Bojonegoro, Syamsul Hadi divonis 5 tahun penjara. Pengadilan Tipikor di Jalan Raya Juanda, menjatuhkan vonis tersebut karena terdakwa dinilai telah menyalahgunakan wewenang sehingga merugikan negara Rp 1,7 miliar, pada Selasa, 19 Nopember 2019.
Selain menjatuhkan pidana penjara, majelis hakim membebani terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp 529 juta. Beban ganti rugi itu harus dibayarkan dalam waktu 1 bulan sejak diputuskan atau diganti dengan hukuman 1 tahun penjara.
Syamsul dijadikan tersangka tunggal oleh penyidik Kejari saat itu sebab membuat kebijakan anggaran pengawasan internal. Namun kebijakan itu tidak sesuai dengan undang-undang.
2. Mantan Bendahara Sekretariat DPRD Kabupaten Bojonegoro
Perempuan mantan Bendahara Sekretariat DPRD Bojonegoro, Wahyuningsih (57), divonis pidana kurungan penjara selama 6 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan penjara oleh Mahkamah Agung (MA) pada bulan November 2013.
Putusan MA ini lebih tinggi dibanding putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur maupun PN Bojonegoro yang menjatuhkan hukuman pidana 18 bulan penjara.
Pensiunan PNS yang tinggal di Kelurahan Banjarejo, Bojonegoro, juga dibebani denda yang lebih tinggi dari putusan PN maupun PT Jatim, sebesar Rp 100 juta dan mengembalikan pengganti uang yang dikorupsinya Rp 311 juta subsider enam bulan penjara.
Terpidana dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi uang perjalanan dinas DPRD Bojonegoro, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 13,2 miliar.
Selain Wahyuningsih, perkara ini juga telah menyeret beberapa mantan anggota dewan periode 2004-2009. Diantaranya mantan Ketua DPRD Bojonegoro Tamam Syaifuddin, dua wakil DPRD Bojonegoro Maksum Amin dan Mochtar Setyo Hadi, serta mantan Sekretaris DPRD, Prihadie.
3. Mantan Kepala Dinas Pertanian
Mantan Kepala Dinas Pertanian Bojonegoro Subekti menjadi terdakwa kasus korupsi dana proyek Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (Jitut) dan Jaringan Irigasi Desa (Jides) tahun 2012, senilai Rp 5 miliar.
Subekti didakwa telah melangggar Pasal 2 ayat (1) Sub pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999, UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 juncto 64 ayat 1 tentang Penyalahgunaan Jabatan.
Dia divonis oleh Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dengan hukuman penjara 1 tahun dan denda sebesar Rp50 juta, serta harus mengembalikan kerugian negara sesuai putusan hakim.
Selain Subekti, kasus ini juga sempat menyeret beberapa nama, diantaranya, Amarlin, Kades Pekuwon, Kecamatan Sumberejo, Yuli Rahayu Wijayanti warga Desa Tlogoagung, Kecamatan Kedungadem dan Rohmad Harianto, mantan anak buah Subekti di Dinas Pengairan.
4. Korupsi Pembebasan Lahan Blok Cepu
Kasus korupsi pembebasan lahan Blok Cepu melibatkan mantan Bupati Bojonegoro, (alm) HM Santoso, Sekretaris Daerah Bambang Santoso, dan Asisten I (Alm) Kamsoeni. Kasus ini mencuat pada 2018 setelah HM Santoso lengser dari jabatannya sebagai Bupati Bojonegoro.
Kasus yang menghebohkan ini juga mencatut nama mantan Wakil Bupati Bojonegoro, (alm) M Thalhah, jajaran Forkompimda, dan semua kepala organisasi perangkat daerah (OPD). Mereka ditengarai menerim aliran dana sosialisasi pembebesan lahan Blok Cepu, karena masuk dalam Tim Koordinasi Pengendalian dan Pembebasan Lahan (TKP2L) Blok Cepu.
Namun, dalam kasus ini hanya tiga orang yang ditahan. Mereka adalah HM. Santoso, Bambang Santoso, dan Kamsoeni. Ketiganya bertanggungjawab atas korupsi anggaran pembebasan lahan pada medio 2006 – 2007 sebesar Rp3,8 miliar yang diberikan Mobil Cepu Limited (MCL) dari 10,8 miliar yang diajukan.
Anggaran pembebasan lahan Blok Cepu seharusnya masuk rekening APBD. Namun faktanya, masuk di rekening TKP2L dan dibuat bancakan.
Dalam kasus pembebasan Blok Cepu, HM Santoso divonis 6 tahun penjara pada 2014. Kemudian, Bambang Santoso divonis 2 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Bojonegoro, dan Kamsoeni diganjar 4 tahun penjara dalam putusan kasasi Makamah Agung.(fin)