SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bojonegoro — Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tikipor) Surabaya, telah menjatuhkan vonis terbukti bersalah terhadap Kepala Desa (Kades) Wotan nonaktif, Anam Warsito dalam perkara korupsi pengadaan mobil siaga desa. Berkaitan putusan tersebut, kades tak lagi aktif di Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, itu terancam pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bojonegoro, Machmuddin mengatakan, seorang kades yang tersangkut perkara pidana korupsi, dapat diberhentikan dengan tidak hormat.
“Namun untuk pemberhentian secara tetap, setelah sebelumnya diberhentikan sementara, harus putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan mengikat, untuk kasus Kades nonaktif Saudara Anam Warsito ini, kita tunggu incracht,” kata Machmuddin kepada Suarabanyuurip.com, Senin (2/6/2025).
Mantan Camat Ngasem ini menjelaskan, pemberhentian kades dari jabatannya tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bojonegoro Nomor 1 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kepala Desa.
Adapun sanksi administratif yang dapat dijatuhkan kepada yang bersangkutan adalah: pertama pada Pasal 61 ayat (1) huruf b dan Pasal 63 ayat (1) huruf b, yang secara substansi menyatakan bahwa pemberhentian sementara dilakukan oleh Bupati kepada Kepala Desa salah satunya karena didasarkan pada penetapan status Kepala Desa yang bersangkutan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara.
Ke dua, pada Pasal 63 ayat (2), menyatakan bahwa Kepala Desa yang diberhentikan sementara diatas, diberhentikan tetap oleh Bupati setelah dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Kemudian mengenai pemberhentian kades, terdapat pula aturan pada Pasal 70 Ayat (1) huruf c, dan pada ayat (3) yaitu “Apabila Kepala Desa berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua BPD melaporkan kepada Bupati melalui Camat”.
Selanjutnya, pasa ayat (4), laporan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) kepada Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat materi kasus yang dialami oleh Kepala Desa yang bersangkutan.
Lalu pada ayat (5), atas laporan Ketua BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Bupati melakukan kajian untuk proses selanjutnya.
Berikutnya di Ayat (6), kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi dasar pengambilan kebijakan terhadap jenis pemberhentian yang dikenakan kepada Kepala Desa yaitu:
a. pemberhentian dengan hormat; atau b. pemberhentian tidak dengan hormat.
Dalam hal kades dikenakan pemberhentian dengan tidak hormat, maka kades tidak berhak atas penghargaan atau tali asih dari pemerintah desa.
Dalam Ayat (9), diatur bahwa pengesahan pemberhentian Kepala Desa ditetapkan dengan Keputusan Bupati paling lama 30 hari sejak hasil kajian ditetapkan.
“Betul, Kades non aktif Saudara Anam Warsito bisa dikenai sanksi diberhentikan dengan tidak hormat, ini tidak terbatas pada berapa lama masa hukuman yang dijatuhkan, namun untuk itu harus sudah ada keputusan hukum tetap,” tegas Machmuddin.
Terpisah, Penasehat Hukum (PH) Terdakwa Anam Warsito, Musta’in mengaku, tidak memiliki kuasa untuk memberikan komentar terhadap akibat yang diterima oleh klien dia atas jabatannya. Sebab kewenangannya hanya terbatas pada kuasa penanganan perkara tipikor saja.
“Tetapi kalau soal putusan, klien kami menerima putusan pengadilan yang dijatuhkan, dan ini adalah hari ke tujuh sejak vonis dijatuhkan,” terangnya.
Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya telah menjatuhkan putusan kepada lima terdakwa perkara tipikor dalam pengadaan Mobil Siaga Desa di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Senin (27/5/2025).
Dari lima terdakwa yakni Syafa’atul Hidayah, Indra Kusbianto, Ivonne, Heny Sri Setyaningrum, dan Anam Warsito, Heny Sri Setyaningrum dijatuhi hukuman paling berat. Yakni pidana 2 tahun penjara. Sementara empat terdakwa lainnya dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.
Hakim Ketua, Arwana, bersama dua Hakim Anggota, Athoillah dan Ibnu Abas Ali, memutuskan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama sebagaimana dalam dakwaan.
Empat terdakwa, yakni Heny Sri Setyaningrum, Syafaatul Hidayah, Ivonne, dan Indra Kusbianto dinyatakan terbukti melanggar sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Terdakwa Heny dijatuhi vonis 2 tahun penjara, denda Rp50 juta, subsidair 2 bulan, sedangkan empat terdakwa lainnya dijatuhi vonis 1 tahun 6 bulan penjara, denda Rp50 juta subsidiair 2 bulan,” kata Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro, Reza Aditya Wardana kepada Suarabanyuurip.com, Selasa (27/5/2025).(fin)