Kontroversi Dana Abadi Migas

Oleh : Khozanah Hidayati

Tahun ini proyek migas Blok Cepu di Bojonegoro akan mencapai produksi puncak sampai dengan 165 ribu barel minyak per hari (dan bahkan diprediksikan bisa mencapai 185 – 200 ribu barel perhari). Kalau harga minyak tidak jatuh seperti sekarang ini, maka pundi-pundi uang dari migas Pemkab Bojonegoro akan semakin numpuk. Dan diperkirakan APBD Bojonegoro bisa mencapai 5 – 6 Trilyun pertahun. Suatu nilai yang cukup fantastik bukan!

Untuk itu ada gagasan dibentuknya Dana Abadi Migas. Agar dana yang terkumpul dari migas tidak habis dibelanjakan pada tahun berjalan namun ditabung dan diinvestasikan untuk dipergunakan hasilnya dikemudian hari saat penghasilan migas sudah turun atau habis. Sehingga Bojonegoro bisa punya dana dari sumber migas yang lestari. Utamanya digunakan untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM).

Mencermati gagasan membuat Dana Abadi Migas di Bojonegoro ini yang penuh pro dan kontra di tengah masyarakat, patut kiranya untuk didiskusikan guna mencari solusi baiknya.

Kalau ditilik dari sisi tujuan awalnya untuk membuat Dana Abadi Migas memang sungguh sangat mulia, yakni agar Bojonegoro terhindar dari “Kutukan Sumberdaya”, yakni Bojonegoro bisa terhindar dari kemiskinan di saat sumber migas nanti sudah habis dikuras dari bumi Angling Darmo ini. Walau awalnya Bojonegoro melimpah dengan sumberdaya migas.

Di sisi lain, banyak juga yang kontra dengan Dana Abadi Migas ini. Karena melihat kondisi infrastruktur di seluruh wilayah  kabupaten Bojonegoro masih jauh dari memadai apalagi bagus. Juga kondisi bidang pendidikan yang masih jauh tertinggal. Kenapa dengan kondisi infrastruktur yang masih minim dan bidang pendidukan yang masih jauh tertinggal justru bermimpi membuat Dana Abadi Migas.

Baca Juga :   Dana Abadi Daerah, Masih Relevankah Untuk Bojonegoro ?

Kondisi infrastruktur di kabupaten Bojonegoro memang masih memprihatinkan, seperti banyak sekali jalan rusak parah, ketiadaan saluran air yang memadai dan ketiadaan tanggul penahan banjir yang memadai sehingga sering mengakibatkan banjir baik banjir akibat meluapnya Bengawan Solo maupun banjir bandang di Bojonegoro Selatan. Sehingga dengan kondisi yang masih seperti demikian alangkah ironisnya kalau ada dana tapi digunakan sebagai Dana Abadi Migas.

Jika Dana Abadi Migas terus jalan, bagaimana dengan pembangunan infrastruktur yg perlu dana besar itu. Apakah dijalankan dengan pola seperti sekarang ini?

Apakah kita akan tega melihat infrastruktur bobrok sementara ada Dana Abadi Migas yang mestinya bisa dimanfaatkan untuk membuat infrastruktur bagus dan mengadakan infrastruktur pertanian lainya yang bisa mendongkrak Bojonegoro sebagai lumbung pangan nasional.

Apakah tega melihat Bojonegoro setiap tahun terkena banjir Bengawan Solo di daerah Utara dan banjir bandang di daerah Selatan.

Apakah tega melihat pemeo Jawa ini “nek ketigo gak iso cebok, tapi nek rendeng gak iso ndodok” dikenakan dan dinisbatkan kepada sebagian wilayah Bojonegoro. Saat musim penghujan daerah-daerah sepanjang aliran Bengawan Solo akan terkena banjir sehingga masyarakatnya tidak bisa “dhodhok” / jongkok karena adanya banjir. Sedangkan masyarakat Bojonegoro bagian Selatan seperti Kedungadem, Sekar, Ngasem dan sebagainya saat kemarau masyarakatnya gak bisa cebok karena ketiadaan air.

Beberapa tahun mendatang Bojonegoro akan memanen dana besar dari  migas Blok Cepu . Sudah seyogyanya jika dana besar tersebut digunakan dan dikelola untuk kemaslahatan rakyat Bojonegoro, yakni untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur jalan, saluran, tanggul penahan banjir Bengawan Solo, dan infrastruktur-infrastruktur pertanian lainya. Serta meningkatkan pembangunan bidang pembangunan.

Baca Juga :   Soal Dana Abadi Pendidikan Berkelanjutan, DPRD Menilai Perlu Dibentuk BULD

Tapi jangan lupa bahwa ada hari esok dimana saatnya nanti migas sudah tidak ada  di bumi Angling Dharmo (sebutan Bojonegoro) lagi. Sehingga dana besar dari migas Blok Cepu tidak selamanya ada. Untuk itu harus pintar-pintar mengelola dana migas tersebut. Percepatan pembangunan infrastruktur jalan dan infrastruktur dan peningkatan pembangunan bidang pendidikan adalah prioritas utama yang harus dijalankan.

Berikutnya adalah pembangunan tanggul penahan banjir Bengawan Solo dan pembangunan sudetan Bengawan Solo (Solo Velay Wargen) yang membentang dari kecamatan Ngraho, kecamatan Sukosewu hingga kecamatan Buerno perlu dipercepat pembangunanya, walau pembangunan dua proyek besar tersebut adalah sebagian terbesar porsi pemerintah pusat namun pemkab Bojonegoro harus menyiapkan dana sebagai porsi pemkab untuk segera merealisasikannya.

Karena tanggul sepanjang Bengawan Solo dan Solo Velay Wargen adalah solusi masalah klasik untuk mengatasi banjir & kekeringan di wilayah Bojonegoro sekaligus memperkaya dan memperkuat Bojonegoro sebagai lumbung pangan nasional.

Setelah program-program infrastruktur tersebut beres, maka Dana Abadi Migas tersebut perlu diadakan demi untuk kelangsungan kemajuan Bojonegoro kedepanya. Namun semua terpulang kepada masyarakat Bojonegoro perihal Dana Abadi Migas ini. Mau lanjut atau tidak?

Kalau Dana Abadi Migas dilanjutkan terus atau dilanjutkan setelah prioritas utama pembangunan infrastruktur dan pendidikan dibereskan, maka pengelolaanya haruslah transparan dan akuntabel dan sesuai peraturan-peraturan yang ada. Dan jangan ada yang disembunyikan.

Sehingga Dana Abadi Migas bisa digunakan sesuai yang dicita-citakan dan rakyat Bojonegoro bisa menikmatinya, semoga.

Penulis adalah Anggota FPKB DPRD Jatim.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *