Bantah RPH Banjarsari Berdiri di Lahan Aset Pemkab

TANAH SENGKETA : Pembangunan RPH di Desa Banjarsari di atas tanah yang kini digugat warga.

Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari

Bojonegoro – Pembangunan Rumah Potong Hewan (RPH) di Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur, disoal oleh S. Marman, warga setempat melalui pengacaranya, Nur Aziz. Musababnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro menyebut tanah lokasi RPH berdiri di lahan aset Pemkab.

“Pemkab berpendapat begitu silahkan saja, tapi sengketa kepemilikan ini perlu kami uji di Pengadilan Negeri Bojonegoro, apakah betul punya Pemkab atau punya klien kami S. Marman. Kalau Pemkab mengklaim tanah itu telah dibeli, terus dibeli dari mana. Yang punya tanah tidak merasa menjual ke Pemkab,” kata Nur Aziz, Pengacara S. Marman yang membantah RPH Banjarsari berdiri di lahan aset Pemkab.

Nur Aziz juga mempertanyakan keterlibatan Pemerintah Desa (Banjarsari) dalam tanah yang dia sebut objek sengketa dengan Pemkab. Karena menurut Aziz, tanah itu hak milik perseorangan, bukan tanah TKD (Tanah Kas Desa) atau TN (Tanah Negara).

“Jelas-jelas tanah itu berdasarkan buku C Desa Banjarsari, tanah hak milik seseorang kok. Lagi pula data fisik yang dibuat dasar penerbitan SHP itu salah kalau berdasarkan Persil No. 60 karena yang benar tanah tersebut berada di Persil 122,” ujarnya.

Pemkab Bojonegoro, melalui Kepala Bidang Aset Daerah Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah (BPKAD) Bojonegoro, Andi Panca Wardana mengatakan, bahwa lahan dimana pembangunan RPH Banjarsari merupakan aset milik Pemkab. Terbukti dengan adanya Sertipikat Hak Pakai (SHP) Nomor 00016 tahun 2022 atas nama Pemkab Bojonegoro.

“Dulu yang beli (tanah) itu Bagian Perlengkapan tahun 1980 untuk cross. Tapi belum disertifikatkan. Kami sudah konfirmasikan ke Pemdes Banjarsari melalui rapat tahun 2019. Dan semua sepakat kalau itu tanahnya Pemkab,” katanya kepada SuaraBanyuurip.com, Jumat (23/12/2022).

Menurut Andi, jika yang dipermasalahkan adalah kepemilikan, itu kurang tepat. Karena telah disepakati bersama Pemdes Banjarsari sudah terjadi pembelian dan memang tanahnya Pemkab. Untuk itu selanjutnya juga dilakukan pengukuran dilanjut terbit ada peta bidang.

“Waktu itu juga ada Pak Marman yang menunjukkan saat pengukuran. Dan tidak ada yang protes. Ketika terbit SHP barulah ada yang protes, dari Pak Chobul itu. Setelah mediasi beberapa kali tidak ada titik temu, ya kami mempersilakan untuk digugat,” ungkapnya.

Andi Panca mengaku, gugatan yang dilayangkan pihak S. Marman justru usulan dari pihaknya. Kalau pihaknya kalah, ada dasar untuk memberikan ganti rugi kepada yang bersangkutan. Sebaliknya jika pihak penggugat kalah di pengadilan juga harus legawa.

Dengan masuk dalam gugatan, lanjut Andi, penggugat harus bisa membuktikan kepemilikan sesuai yang didalilkan. Kalau pihak penggugat menang, merupakan hal yang sah jika Pemkab kemudian melepaskan tanah yang telah diputuskan oleh Pengadilan. Tidak hanya mengikuti apa maunya penggugat tanpa pembuktian Pengadilan.

“Jadi kami bekerja itu ada dasarnya. Jika toh misalnya kami kalah, ada keputusan hukum tetap yang bersifat mengikat, ya sudah, kami akan patuh. Kami akan serahkan tanah itu. Tapi kalau kami dihalangi, dan yang menghalangi tidak bisa membuktikan kepemilikan, itu namanya menghambat orang kerja,” tandasnya.

Disinggung perihal data fisik persil yang menjadi dasar penerbitan SHP salah lokasi, yakni di persil 60. Andi menyebut, tidak dapat mengomentari hal itu benar atau salah. Karena Pemdes yang lebih tahu lokasi persil di buku C desa.

Sementara perihal arsip dokumen syarat penerbitan SHP, pihaknya mengaku tidak melakukan arsip, karena syarat penerbitan diserahkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tetapi yang jelas telah ada SHP sebagai bukti aset milik Pemkab Bojonegoro yang mejadi dasar melakukan pekerjaan.

“BPN ini institusi yang menerbitkan SHP. Semua ada tahapannya, ada proses untuk itu. Dan itu lama, sejak 2019 baru terbit 2022. Soal salah atau benar dalam penerbitan SHP sudah ranahnya BPN. SHP ini adalah bukti kepemilikan aset Pemkab,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, BPN Bojonegoro melalui staf Pengendalian dan Penanganan Sengketa, Syaifudin Fatoni membenarkan, bahwa BPN telah menerbitkan Sertipikat Hak Pakai Nomor 00016, luas 3.679 M2 atas nama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro tahun 2022.

Disinggung ihwal asal usul terbitnya Sertipikat Hak Pakai (SHP) atas nama Pemkab Bojonegoro. Syaifudin mengatakan, bahwa SHP tersebut terbit sesuai syarat yang terlampir dalam permohonan Pemkab Bojonegoro. Dimana tanah itu tercatat sebagai aset Pemkab.

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *