Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Bupati Bojonegoro, Jawa Timur, Anna Mu’awanah, kembali mendapat gugatan dalam dugaan terjadinya permufakatan melawan hukum penyerobotan tanah. Secara lembaga, Bupati Anna digugat lagi oleh S. Marman, warga Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk dengan menambah para pihak.
S. Marman, mendaftarkan lagi gugatan yang sebelumnya sempat dicabut. Kali ini terdaftar dalam nomor perkara 5/Pdt.G/2023/PN Bjn tertanggal register 2 Februari 2023 dalam klasifikasi Perbuatan Melawan Hukum.
Dia menunjuk tim kuasa hukum dari Kantor Advokat “Aziz Lawyer & Partners” yang beralamat di Jalan Gedongombo Baru Kav. 17 Tuban, Jawa Timur. Para advokat itu ialah Nur Aziz, S.H., S.IP., M.H., Musta’in, S.H., dan Imam Zainuri, S.H.
Sidang perdana yang digelar di ruang Kartika, Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro, Selasa (14/02/2023) ini kembali harus melalui tahap mediasi. Para pihak dalam perkara ini sepakat menyerahkan mediasi dipimpin oleh Hakim Mediator yang ditunjuk oleh PN Bojonegoro. Ketua Majelis Hakim menunjuk Hakim Ida Zulfamidah sebagai Hakim Mediator.
“Mediasi ditunda sampai dengan Selasa 21 Februari 2023 minggu depan. Karena Hakim Mediatornya masih ada kesibukan,” kata Kuasa Hukum S. Marman, Nur Aziz kepada SuaraBanyuurip.com.
S. Marman (tiga dari kiri) didampingi Tim Kuasa Hukum dari Kantor Advokat “Aziz Lawyer & Partners” Tuban.
© 2023 suarabanyuurip.com/Arifin Jauhari
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Ikatan Advokat Indonesia (DPC IKADIN) Tuban ini menambahkan, ditariknya Kepala Desa (Kades) Banjarsari Fatkhul Huda menjadi Tergugat II karena ada alasan kuat yang mendasari. Yaitu Tergugat II (Kades Banjarsari) diduga telah membuat Surat Keterangan dan Surat Pernyataan yang tidak benar.
“Jadi diduga keras Tergugat I (Bupati Bojonegoro) dan Tergugat II (Kades Banjarsari) telah melakukan perbuatan permufakatan jahat yang melawan hukum,” ujar Nur Aziz.
Dugaan kuat adanya permufakatan jahat itu dia katakan berkaitan dengan keterangan dan pernyataan yang tidak benar yaitu, bahwa di atas tanah yang kini disebut objek sengketa itu disebut didirikan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) sejak tahun 1970. Padahal sesuai fakta yang dia dapatkan dan menurutnya juga diketahui oleh semua orang, RPH itu baru didirikan tahun 2022.
“Kemudian yang kedua, berkaitan dengan keterangan bahwa objek itu dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro sejak 1970. Ini juga tidak benar. Karena faktanya Sertipikat Hak Pakai (SHP) itu baru terbit tanggal 18 Agustus 2022. Nah ini perlu kita urai, karena itulah gugatan kami sebelumnya kami cabut,” tegas pria yang juga menjadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Sunan Bonang Tuban ini.
Dikonfrontir secara terpisah, Kades Banjarsari, Kecamatan Trucuk, Fatkhul Huda mengaku, terkejut dengan terseretnya dia menjadi tergugat II. Pasalnya, dalam perkiraannya, dia hanya akan memberi keterangan sebagai saksi.
“Awalnya saya tidak menyangka dijadikan tergugat. Ya sudah kita ikuti saja,” ungkapnya.
Disinggung perihal materi gugatan. Fatkhul Huda menyatakan telah mengetahui. Meski begitu tidak terucap kalimat pembelaan atas gugatan yang dialamatkan ke pihaknya.
“Kita nunggu sajalah perkembangannya nanti,” ucapnya.
Untuk diketahui, Penggugat (S. Marman) mengaku, tanah hak miliknya itu tercatat dalam Buku C Desa No. 537, Persil 122, klas D.IV Luas 6.750 M2 atas nama Salam Prawirosedarmo dan tertuang dalam Sertifikat Hak Milik No. 033, Luas 6.750 M2, Tanggal 8 Mei 1972, atas nama Salam Prawirosoedarmo terletak di Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro.
Dia menyampaikan, pada bulan Agustus 2022 terdapat upaya melawan hukum dari Tergugat I untuk menguasai sebagian dari tanah milik Penggugat sebagaimana dimaksud dan telah membangun Rumah Potong Hewan pada sisi utara di atas tanah tersebut. Sehingga praktis Tergugat I diduga telah menguasai tanah seluas 3.679 M2 dari sebagian luas tanah.(fin)