SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Gaduh pemberian insentif kepada calon pengantin dalam program yang dijanjikan Bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah, terus saja bergulir. Kini Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro, Jawa Timur, menilai landasan peraturan yang dipakai acuan untuk mencairkan insentif tersebut tidak sesuai Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pemberian Insentif Calon Pengantin.
Kegaduhan ini berawal dari adanya keluhan sejumlah pasangan pengantin di Kabupaten Bojonegoro, kecewa dengan program insentif calon pengantin yang digembar-gemborkan oleh Bupati Anna Mu’awanah. Mereka merasa dibohongi karena tidak semua pasangan pengantin mendapatkan bantuan Rp 2,5 juta.
Mereka mengeluh karena ditolak di aplikasi cakap nikah dengan mendapat pemberitahuan : “Mohon Maaf Permohonan And belum bisa dilanjutkan. Prioritas program pada masyarakat miskin”.
Padahal, dalam Peraturan Bupati (Perbup) No 19 Tahun 2023 tidak disebutkan sasaran program insentif calon pengantin hanya untuk masyarakat miskin. Meski demikian, insentif ini telah dicairkan kepada 40 penerima manfaat.
Kepala Badan pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bojonegoro, Luluk Alifah, membenarkan telah mencairkan anggaran yang berasal dari Belanja Tidak Terduga (BTT) yang telah diverfikasi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) dengan melampirkan keterangan tidak mampu kepada 40 penerima manfaat. Ini dia katakan telah sesuai ketentuan.
“Leres (betul), landasan pencairan insentif pengantin dari BTT mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) No. 77 Tahun 2020, halaman 49 poin ke 14,” ujar Luluk Alifah, saat dikonfirmasi, Senin (28/08/2023).
Sebaliknya, Wakil Ketua I DPRD Bojonegoro, Sukur Priyanto, justru menilai pencairan insentif menggunakan landasan PMDN No. 77/2020 halaman 49 angka 14, tidak sesuai Perbup No 19 Tahun 2023 tentang Pemberian Insentif Calon Pengantin.
Politikus Partai Demokrat ini meminta agar tidak terjebak pada PMDN atau Permendagri 77/2020 tersebut. Melainkan harus mencermati betul pada Perbup tentang pemberian insentif pengantin. Sebab dalam Perbup 19/2023 itu tidak ada syarat miskin.
“Kalau pakai pasal ini (PMDN 77/2020) justru tidak sesuai dengan Perbup Pemberian Insentif Pengantin, karena di angka 14 itu bunyinya BTT untuk bansos yang tidak direncanakan, pakai BTT. Bukan BTT dipakai insentif. Apakah insentif definisinya sama dengan bansos? Ini menyalahi aturan namanya,” kata Sukur Priyanto kepada SuaraBanyuurip.com.
Sementara, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bojonegoro, Lasuri menilai, pemberian insentif kepada pengantin adalah kebijakan yang tidak tepat. Pertama dari sudut pandang diksi ‘insentif’ yang tertuang dalam Perbup 19/2023 itu.
Menurutnya, pada istilah insentf itu saja sudah tidak tepat. Karena konotasinya akan mengarah pada dana yang diberikan kepada seseorang yang sudah menunaikan pekerjaan.
“Maka insentif itu adalah upah tambahan atas suatu pekerjaan. Tetapi, apakah orang menikah itu bagian dari orang yang sudah melakukan pekerjaan, sehingga diberi insentif?,” ujar Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mempertanyakan.
Sedangkan Ketua Komisi C DPRD Bojonegoro, Mochlasin Afan, melihat pada Perbub Nomor 19/2023, jelas tertera tidak ada keterangan penerima harus dari masyarakat miskin sehingga perlu di cover dari anggaran BTT. Bahkan semua warga Bojonegoro yang memenuhi syarat berhak menerima.
“Lho kalau Perbupnya baru mau diajukan perubahan tapi (insentifnya) sudah dicairkan, itu ngakali aturan namanya. Sebagus apapun suatu program tetap harus menggunakan mekanisme penganggaran secara benar,” tegasnya.(fin)