Mantan Camat Padangan Terancam Pidana Saksi Palsu Korupsi BKKD di Bojonegoro

Sidang korupsi BKKD.
Persidangan di PN Tipikor Surabaya yang mengkonfrontir keterangan mantan Camat Padangan Heru Sugiharto dengan para saksi.

SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari

Surabaya – Mantan Camat Padangan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Heru Sugiharto terancam terjerat pidana kesaksian palsu dalam persidangan perkara dugaan korupsi Bantuan Khusus Keuangan Desa (BKKD) di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.

Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya menilai Heru Sugiharto yang saat ini menjabat Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Bojonegoro memberi keterangan berbeli-belit dan berbohong. Majelis hakim pun meminta jaksa penuntut umum (JPU) agar Heru terus dihadirkan dalam persidangan guna dikonfrontir dengan keterangan para saksi lainnya.

Kali ini saksi yang hadir dalam persidangan Tipikor pada Senin (25/09/2023) kemarin, yakni Kepala Desa (Kades) Cendono, Purno Sulastyo, Kades Kebonagung, Abu Ali, Kades Kendung, Pujiono, Ketua Timlak Desa Cendono, Umar, Ketua Timlak Desa Kebonagung, Karmo, Ketua Timlak Desa Kendung, Sukardi, dan Ketua Timlak Desa Prangi, Sumanto.

Keterangan tiga Kades yang dihadirkan ini sama persis seperti keterangan empat Kades sebelumnya. Yaitu, mereka tidak melaksanakan prosedur lelang dikarenakan ada arahan dari Camat Padangan Heru Sugiharto yang menjabat pada periode 2021-2022. Meskipun para kades sudah mendapatkan sosialisasi dari Pemkab (Dinas PU Bina Marga, Dinas PMD) serta unit layanan pengadaan (ULP) yang dilaksanakan di Pendapa Kecamatan Padangan.

Para kades juga tidak memfungsikan Timlak yang telah dibentuk, meski mereka mengetahui dan faham bahwa mekanisme lelang wajib dilaksanakan karena anggaran di desa masing-masing di atas Rp200 juta. Tetapi lelang tidak dilakukan dengan alasan semua atas arahan dan perintah Camat padangan Heru Sugiharto.

Ketika dikonfrontir, Heru Sugiharto membantah kesaksian dari tiga Kades tersebut dan menyatakan bahwa dirinya tidak pernah memerintahkan kepada para Kades untuk tidak melakukan prosedur lelang sebagaimana petunjuk pelaksana dan teknis (Juklak juknis) dan Peraturan Bupati Bojonegoro nomor 11 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa di Desa.

Heru juga menyampaikan bahwa penanggung jawab mutlak pengelolaan atau penggunaan bantuan BKKD adalah Kades. Sehingga tidak ada alasan kades tidak melaksanakan mekanisme pengadaan Barang dan Jasa di Desa sesuai aturan yang ada dan beralasan bahwa tidak dilaksanakannya mekanisme lelang karena arahan Camat.

Mantan Camat Padangan juga tetap bersikukuh bahwa tidak pernah memerintahkan kepada para kades untuk tidak melaksanakan mekanisme lelang dan tidak pernah memerintahkan untuk menunjuk langsung terdakwa Bambang.

Atas keterangan Camat yang berbeda dengan ketujuh kades yang sebelumnya dihadirkan, Penasihat Hukum Terdakwa Bambang Soedjatmiko, Pinto Utomo bereaksi dan meminta supaya para saksi ditetapkan sebagai Tersangka karena memberikan kesaksian palsu dihadapan pengadilan berdasarkan ketentuan Pasal 174 KUHAP.

Hakim kemudian memerintahkan kepada Jaksa untuk segera memeriksa Camat Heru secara tersendiri dan jika ditemukan fakta bahwa Camat berbohong untuk juga ditetapkan sebagai tersangka kesaksian palsu.

“Pak Jaksa segera memeriksa saksi (Heru Sugiharto) ini ya,” tegas Ketua Majelis Hakim, Halima Umaternate.

Pada saat sesi tanya jawab antara ketiga Kades dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Penasehat Hukum (PH) Terdakwa Bambang, para Kades mengatakan bahwa dinas PU Bina Marga Kabupaten Bojonegoro telah mengetahui bahwa kedelapan desa tidak melakukan mekanisme lelang akan tetapi dengan cara penunjukan langsung kepada terdakwa Bambang Soedjatmiko.

Padahal dalam persidangan terdahulu pada saat Kepala Dinas PU Bina Marga Retno Wulandari dihadirkan sebagai saksi, dia mengatakan tidak mengetahui apakah di delapan di Desa Padangan tersebut melakukan mekanisme lelang atau tidak, dan tidak tahu siapa yang mengerjakan pekerjaan BKKD.

Sedangkan keempat Timlak yang dihadirkan memberikan keterangan tidak pernah melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai Timlak meskipun mereka tahu bahwa mereka berkewajiban untuk mengendalikan pelaksanaan kegiatan BKKD.

Kegiatan yang dimaksud antara lain menyusun dokumen lelang, mengumumkan dan melaksanakan lelang pengadaan melalui penyedia, memilih dan menetapkan penyedia, memeriksa dan melaporkan hasil pengadaan kepada Kasi/Kaur, serta mengumumkan hasil kegiatan dari Pengadaan Barang/Jasa.

Para Timlak juga menerangkan bahwa Laporan Pertanggungjawaban (Lpj) yang dibuat tidak berdasarkan fakta dan keadaan yang sebenarnya mereka hanya menandatangani Lpj atas perintah dari Kades meskipun tidak tahu apa-apa.

Terungkap dari Timlak bahwa ada beberapa Lpj dibuat dengan nota-nota yang diduga fiktif karena nota pembelian barang/jasa tersebut tidak mencantumkan volume atau isi.

Saat ditanya apakah Lpj tersebut diterima oleh kecamatan dan Pemkab, mereka semua menjawab diterima dan menjadi acuan untuk mencairkan bantuan tahap kedua.(fin)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *