SuaraBanyuurip.com – Kecelakaan akibat pengeboran minyak secara ilegal atau Ilegal drilling marak terjadi di beberapa daerah dalam kurun satu bulan ini. Kegiatan tersebut berdampak pada operasional hulu migas.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, kejadian yang menyebabkan kecelakaan dari aktivitas yang melanggar hukum tersebut di Desa Platungan, Kecamatan/Kabupaten Blora Jawa Tengah, Musi Banyuasin Sumatera Selatan, Batanghari Jambi dan lainnya.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro menyampaikan kegiatan operasional hulu migas akhir-akhir ini terganggu dengan kembali maraknya aktivitas illegal drilling dalam kurun satu bulan telah terjadi rangkaian kecelakaan akibat aktivitas ilegal tersebut. Keberadaan sumur ilegal yang tidak memenuhi standar health, safety & environment (HSE) telah memunculkan persoalan kecelakaan dan kerusakan lingkungan.
Meskipun penanganan aktivitas illegal drilling bukanlah tugas dan tanggung jawab SKK Migas dan KKKS, namun ketika terjadi kecelakaan di aktivitas illegal drilling, maka SKK Migas dan KKKS ikut terdampak, karena akan diminta bantuan dan dukungannya oleh instansi terkait untuk melakukan penanganan guna menghentikan kebakaran maupun pencemaran yang terjadi.
“Ketika terjadi kecelakaan di kegiatan illegal, karena ketidaktahuan masyarakat, ketika ada kecelakaan di lokasi illegal drilling, maka sering kali masyarakat meminta SKK Migas untuk menangani dan menindak, sedangkan terkait penertiban illegal drilling bukanlah tugas dan tanggung jawab SKK Migas,” tutur Hudi.
Namun, karena aktivitas illegal drilling sebagian terjadi di wilayah kerja KKKS, kemudian ketika SKK Migas dan KKKS melakukan penanganan untuk menghentikan kebakaran maupun pencemaran lingkungan, maka biaya-biaya yang timbul akan diambilkan dari biaya operasional KKKS. Artinya jika kecelakaan akibat aktivitas illegal tersebut terus terjadi maka tentu semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh KKKS.
“Tidak hanya biaya, tetapi SKK Migas dan KKKS juga harus mengalokasikan sumber daya manusia untuk menangani dampak dari kecelakaan illegal drilling. Akibatnya tentu saja akan mengganggu operasional KKKS, sehingga kerja keras SKK Migas dan KKKS untuk mencapai target produksi dan lifting menjadi semakin berat,” jelas Hudi.
Menurutnya, jika aktivitas illegal drilling dibiarkan akan meluas dan dalam jangka panjang bisa menimbulkan persepsi negatif terhadap upaya peningkatan investasi hulu migas di Indonesia. Padahal, SKK Migas dan KKKS tahun ini melakukan program dan kegiatan operasional lebih masif dan agresif dibandingkan tahun 2023 lalu. Upaya tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi minyak dan gas guna mencapai target APBN 2024 dan pondasi bagi target jangka panjang yang telah ditetapkan dalam Renstra Indonesia Oil & Gas (IOG).
“Harapan industri hulu migas agar instansi terkait dan aparat penegak hukum dapat melakukan penindakan yang tuntas atas kegiatan illegal drilling,” ucapnya dalam keterangan tertulisnya.
Hudi menyebut, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2021 tercatat kurang lebih 8.000 sumur ilegal di Indonesia dengan taksiran menghasilkan minyak sebesar 2.500 – 10.000 barel minyak per hari (barrel oil per day/bopd).
Padahal, tambah Hudi, jika mengacu Undang Undang Minyak dan Gas Tahun 2001, kegiatan penambangan yang diperbolehkan hanya melalui KKKS.
“Ketentuan ini menegaskan bahwa aktivitas penambangan sumur yang dilakukan selain KKKS harus ditindak tegas secara hukum agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban jiwa,” harapnya.(red)