SuaraBanyuurip.com – Tak terasa, perjalanan ExxonMobil di Blok Cepu menapaki usia 20 tahun pada 2025. Sebuah perjalanan panjang bagi perusahaan raksasa migas asal Amerika Serikat dalam mengelola ladang migas terbesar di Indonesia untuk membantu memenuhi ketahanan energi nasional.
Ladang minyak Banyu Urip, Blok Cepu yang terletak di wilayah Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, memiliki deposit 1 miliar barel.
Kontrak Blok Cepu ditandatangani pada 17 September 2005. Skema kontraknya, production sharing contract (PSC). Kontrak ini berlangsung selama 30 tahun, atau berakhir pada 2035 mendatang.
Sesuai aturan, perpanjangan kontrak harus diajukan 10 tahun sebelum kontrak habis. Artinya, ExxonMobil harus melakukan perpanjangan kontrak pada 2025, jika ingin kembali mengelola Blok Cepu.
Tentunya, tahun 2025 ini menjadi penting bagi ExxonMobil, karena harus melakukan kajian secara matang jika ingin kembali mengelola Blok Cepu. Baik dari faktor teknis (teknologi), keekonomisan cadangan, perizinan hingga persoalan sosial.
Perjalanan ExxonMobil mengelola Blok Cepu selam hampir 20 tahun memang tidak mulus. Banyak dinamika mengiringi pengembangan lapangan minyak tersebut. Mulai dari kepentingan politik tingkat lokal hingga pusat, kebocoran gas H2S, hingga masalah sosial.
Terlepas dari dinamika tersebut, perlu diakui, ExxonMobil telah mampu membawa Blok Cepu meraih masa kejayaan. Menjadi produsen minyak terbesar dan tulang punggung ketahanan energi di Indonesia. Sekaligus menyumbang pendapatan negara dan daerah, serta menumbuhkembangkan masyarakat sekitar wilayah operasinya.
Hingga Agustus 2024 lalu, lapangan Banyu Urip, Blok Cepu telah melakukan pengapalan ke 1.000. Dengan total lifting mencapai lebih 660 juta barel. Blok Cepu juga memberikan sumbangan pendapatan bagi Indonesia cukup besar.
Dari hasil studi yang dilakukan ExxonMobil, perkiraan cadangan Banyu Urip berpotensi meningkat dua kali lipat menjadi 1 miliar barel minyak. Berdasarkan proyeksi WP&B, Indonesia dapat memperoleh tambahan pendapatan sebesar USD 28,1 miliar atau setara Rp 421 triliun dalam bentuk pendapatan pemerintah dan pajak. Sehingga menjadikan total pendapatan keseluruhan proyek Blok Cepu bagi Indonesia mencapai USD 57,6 miliar atau sebesar Rp864 triliun.(red)
Berikut sejumlah catatan penting perjalanan Blok Cepu:
1. Blok Cepu Pernah Dikelola Humpuss Patragas
Lapangan Migas Blok Cepu pada awal 1990an dikelola Humpuss Patragas. Perusahaan milik putra bungsu Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra. Humpuss kala itu mendapatkan technical assistance contract (TAC) dengan Pertamina.
Namun Humpuss tidak memiliki dana untuk mengembangkan Blok Cepu, dan mendekati Ampolex dari Australia. Pengeboran tidak kunjung dilakukan. Mobil Oil lalu mengakuisisi Ampolex. Sementara, Humpuss memberikan seluruh sahamnya kepada Mobil Oil karena krisis moneter melanda Indonesia pada 1997-1998.
Kontrak kerja sama (KKKS) Blok Cepu ditandatangani pada 17 September 2005, mencakup wilayah kontrak Kabupaten Blora, di Jawa Tengah dan Bojonegoro dan Tuban, Jawa Timur. Kontrak Blok Cepu berlangsung selama 30 tahun atau berakhir pada 2030.
ExxonMobil memegang 45 persen dari total saham partisipasi Blok Cepu. Sementara 45 persen lainnya dipegang oleh Pertamina, dan 10 persen oleh BUMD yang tergabung dalam badan kerja sama (BKS) Blok Cepu.
Keempat BUMD pengelola PI 10 % Blok Cepu adalah PT Sarana Patra Hulu Cepu (Jawa Tengah), PT Asri Dharma Sejahtera (Bojonegoro), PT Blora Patragas Hulu (Blora) dan PT Petrogas Jatim Utama Cendana (Jawa Timur) yang tergabung menjadi kontraktor di bawah KKS Cepu.
2. Bebaskan Lahan 600 Hektar
Pembebasan lahan untuk pengembangan Migas Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, berlangsung pada medio 2006. Lahan yang dibebaskan mencapai sekitar 600 hektar (Ha) yang tersebar di beberapa desa di sejumlah kecamatan.
Untuk pembangunan fasilitas pemrosesan minyak mentah (central processing facility/CPF) Banyu Urip, Blok Cepu saja, ada seluas 400 ha. Yakni tersebar di Desa Mojodelik, Gayam, Bonorejo, dan Brabowan.
Lainya di antaranya berada di Desa Sudu, Kecamatan Gayam untuk pembangunan pompanisasi. Fasilitas ini berfungsi mengalirkan air sungai Bengawan Solo ke waduk penampungan yang berfungsi sebagai injeksi.
Juga pembebasan lahan di lapangan Alas Tua Timur di Desa Ngunut, Kecamatan Dander, dan Alas Tua Barat di Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem. Kemudian pengembangan Lapangan Minyak Kedung Keris (KDK) di Desa Sukoharjo, Kecamatan Kalitidu.
Selain itu juga pembebasan lahan untuk pembangunan pipanisasi darat sepanjang 72 kilo meter dan 23 kilo meter dari central processing facility (CPF) di wilayah Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro menuju penampungan minyak lepas pantai Palang Tuban. Pipanisasi 20 inci ini berfungsi menyalurkan minyak mentah dari CPF Banyu Urip ke fasilitas alir muat (Floating Storage and Offloading) Gagak Rimang yang terapung ditengah laut.
3. Tiga Pejabat Pemkab Terjerat Korupsi
Pembebasan lahan Blok Cepu menjerat mantan Bupati Bojonegoro (Alm) HM. Santoso dan dua pejabat dalam pusaran kasus korupsi. Dua pejabat Pemkab Bojonegoro tersebut adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Bambang Santoso dan Asisten 1, (Alm) Kamsoeni.
Ketiganya bertanggungjawab atas korupsi anggaran pembebasan lahan Blok Cepu pada medio 2006 – 2007 sebesar Rp3,8 miliar yang diberikan Mobil Cepu Limited (MCL) dari 10,8 miliar yang diajukan.
Anggaran pembebasan lahan Blok Cepu seharusnya masuk rekening APBD. Namun faktanya, masuk di rekening Tim Koordinasi Pengendalian dan Pembebasan Lahan (TKP2L) Blok Cepu dan dibuat bancakan. Mulai dari semua kepala organisasi perangkat daerah (OPD), jajaran Muspida, kepala desa dan perangkat desa. Mereka menjadi anggota TKP2L dan menerima aliran dana pembebasan lahan Blok Cepu.
Kasus pembebasan lahan Blok Cepu mencuat pada 2018, setelah HM Santoso lengser dari jabatannya sebagai Bupati Bojonegoro. Namun dari semua yang menerima aliran dana, hanya tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Dalam kasus pembebasan Blok Cepu, HM Santoso divonis 6 tahun penjara pada 2014. Kemudian, Bambang Santoso divonis 2 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Bojonegoro, dan Kamsoeni diganjar 4 tahun penjara dalam putusan kasasi Makamah Agung.
4. Produksi Perdana 2008
Lapangan minyak Banyu Urip memiliki 30 sumur produksi dan 15 sumur injeksi yang terbagi dalam tapak sumur (well pad) A, B dan C. Produksi minyak pertama (early production) dari lapangan ini dilakukan pada 2008 lalu, sebesar 20 ribu bph terlaksana di 2009.
Minyak dari lapangan Bany Urip, Blok Cepu diolah di Early Production Facility (EPF) kemudian dialirkan melalui pipa 6 inci milik PT Geo Link Nusantara menuju penampungan di Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban. Minyak mentah Banyu Urip kemudian dialirkan ke penampungan di tengah laut milik Pertamina, karena FSO Gagak Rimang belum jadi.
5. Proyek EPC Telan Investasi Rp 30 Triliun
Proyek rekayasa, pengadaan dan konstruksi (Engineering, Procurement and Constructions/EPC) Banyu Urip, Blok Cepu dimulai pada medio 2012. Ada lima peket EPC yang dilaksanakan untuk membangun fasilitas pendukung produksi penuh Lapangan Banyu Urip. Total investasinya mencapai US$ 2,3 miliar atau lebih dari Rp 30 triliun.
Kontrak EPC – 1 Banyu Urip, Blok Cepu ditandatangani pada 8 Agustus 2011. EPC – 1 dimenangi oleh konsorsium PT Samsung Engineering co. Ltd- PT Tripatra Engineers & Constructor. Nilai kontrak proyek ini mencapai US$ 746.
Pekerjaan EPC-2 Banyu Urip meliputi pembangunan fasilitas pemrosesan minyak mentah Banyu Urip berkapasitas 165.000 bph. Kontrak pekerjaan selama 36 bulan.
Proyek EPC-2 Banyu Urip, Blok Cepu dikerjakan oleh konsorsium PT Inti Karya Persada Tehnik (IKPT) dan PT Kelsri. Konsorsium ini memenangkan kontrak pada 31 Oktober 2011. Nilai kontraknya mencapai US$ 60 juta.
Proyek EPC-2 Banyu Urip merupakan proyek pembangunan pipa darat berinsulasi di lapangan Banyu Urip, Blok Cepu. Lingkup kerja proyek ini meliputi pembangunan pipa onshore berdiameter 20 inci yang terisolasi dari Fasilitas Pengolahan Produksi (PPF/CPF) ke garis pantai Tuban, membangun 3 unit stasiun valve, membangun 3 unit darurat diesel generator penampungan, membangun fasilitas pigging di Lapangan Tengah Facility, membangun kabel fiber optic (FOC) yang melintasi 58 desa dan 16 kecamatan di 2 kabupaten, yaitu Bojonegoro dan Tuban.
Kemudian, proyek EPC – 3 Banyu Urip, Blok Cepu. Proyek ini dikerjakan oleh konsorsium PT Rekayasa Industri (Rekind) – LIKPIN LLC, dengan nilai kontrak US$ 131,164 juta. Ruang lingkup pekerjannya adalah pembangunan pipa offshore sepanjang 23 kilo meter dan mooring tower.
Selanjutnya, proyek EPC – 4 Banyu Urip, Blok Cepu. Proyek ini digarap konsorsium PT Scorpa Pranedya-Sembawang Shipyard, dengan nilai kontrak US$ 298,7 juta. Proyek ini membangun fasilitas penampungan dan bongkar muat terapung (fFSO). Kapal ini mampu menampung 1,7 juta barel minyak mentah, setara dengan kapasitas 108 kolam renang standar olimpiade.
Terakhir, proyek EPC – 5 Banyu Urip. Proyek ini dikerjakan konsorsium PT Hutama Karya dan PT Rekayasa Industri (Rekind). Nilai kontraknya US$ 95 juta. Ruang lingkup pekerjaannya membangun fasilitas pendukung seperti waduk, kantor dan tempat tinggal karyawan.
Dari ke lima paket EPC Banyu Urip, proyek EPC-1 yang paling banyak melibatkan tenaga kerja lokal. Jumlahnya saat itu mencapai 12.000 orang tenaga kerja.
6. Ribuan Naker Proyek EPC Mengamuk
Perjalanan proyek EPC Banyu Urip tidak berjalan mulus. Sabtu, 1 Agustus 2015, sekira pukul 11.45 WIB, sekitar 6.000 pekerja proyek EPC – 1 Banyu Urip yang dipekerjakan PT Tripatra Engineers & Constructors mengamuk di lokasi proyek.
Mereka merusak dan membakar beberapa mobil mewah milik kontraktor proyek. Sejumlah fasilitas yang rusak antara lain 10 bangunan di Gedung Tripatra Site Office. Nama bangunan adalah Temporary Facility (TF) rusak 1,2,5,6,7,8,10. Kemduian Mobil Inova Putih bernopol S 1950 AK, Fortuner warna silver bernopol L 1965 ZB, Honda Mobilio bernopol L 1963 AZ, Pajero bernopol S 1044 AM dan Mobil Nissan Avara bernopol S 9934 D.
Fasilitas lainnya yang rusak di antaranya 135 AC dicopot, puluhan tabung pemadam kebakaran (PMK) dijarah untuk dilempar-lemparkan, serta beberapa alat elektronik dan lain-lain.
Kerusuhan tersebut dipicu oleh kebijakan manajemen yang hanya membuka satu pintu saat ribuan pekerja memasuki jam istirahat siang. Pekerja yang sudah kepanasan berdesak-desakan menuju pintu keluar.
Amarah ribuan pekerja kian tersulut ketika pembuatan kebijakan satu pintu keluar itu dilakukan oleh salah satu pejabat Tripatra. Sebab, sebelumnya pintu keluar itu terdapat empat buah. Mereka pun kemudian mulai melakukan pelemparan batu ke kantor yang berada di sekitar lokasi tersebut.
Aksi yang dilakukan beberapa pekerja itu akhirnya memantik reaksi pekerja lainnya. Ribuan pekerja kemudian membabi buta merusak pintu keluar dan melakukan pelemparan batu dan pengerusakan.
7. Puncak Produksi Molor
Produksi puncak Banyu Urip, Blok Cepu, mengalami kemunduran. Produksi puncak yang sebelumnya ditargetkan berlangsung pada 2014, mundur pada 2016.
Berbagai persoalan menyebabkan puncuk produksi Banyu Urip. Terbanyak masalah sosial diantaranya kerusuhan pekerja proyek EPC, demonstrasi menuntut pekerjaan dan peluang usaha, belum selesainya masalah 6 sosio ekonomi, dan mobilisasi peralatan pemrosesan minyak mentah.
8. Presiden SBY Resmikan Fasilitas Produksi
Fasilitas produksi Banyu Urip, Blok Cepu diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 7 Oktober 2014, usai menghadiri peringatan HUT TNI di Surabaya.
Dalam peresmian tersebut, SBY menandatangani prasasti peresmian Fasilitas Produksi Lapangan Banyu Urip. Hadir pada kesempatan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Bupati Bojonegoro H. Suyoto, Plt. Kepala SKK Migas J. Widjonarko, Presiden Mobil Cepu Ltd (MCL) Jon M. Gibbs, Komisaris Utama Pertamina Sugiharto, Direktur Utama Pertamina EP Cepu Amril T. Mandailing, dan Ketua Badan Kerjasama PI Blok Cepu Hadi Ismoyo.
SBY sebelumnya dijadwalkan melakukan peresmian di lokasi Lapangan Banyu Urip di wilayah Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Namun berulang kali jadwal tersebut tidak terlaksanaka, dan persemian fasilitas produksi Banyu Urip dilaksanakan di salah satu Hotel di Surabaya.
Pada saat peresmian berlangsung, produksi minyak dari Lapangan Banyu Urip baru sebesar 40 ribu bph.
9. Produksi sempat mencapai 220 ribu Bph
Lapangan Banyu Urip, Blok.Cepu, sempat melakukan produksi 220 ribu barel per hari (bph) pada Desember 2018. Jumlah ini melebihi target di dalam work program and buget (WP&B) sebesar 165 ribu bph.
Dengan jumlah produksi 220 ribu bph, lapangan Banyu Urip menjadi produsen minyak terbesar di Indonesia saat itu. Produksinya menyalip Blok Rokan di Provinsi Riau.
10. Puncak Produksi Tidak Bertahan Lama
Puncak produksi lapangan minyak Banyu Urip tidak berlangsung lama. Puncak produksi yang awalnya bisa berlangsung selama lima tahun, hanya bertahan tiga tahun.
Setelah melakukan puncak produksi 220 ribu Bph pada 2018, lifting Blok Cepu pada 2020 turun menjadi sebesar 217.617 bph. Kemudian turun lagi menjadi 203.525 bph pada 2021.
Lifting Banyu Urip, terus merosot pada 2022. Yakni sebesar 170.711 Bph, atau di bawah target yang dipasang di APBN tahun ini sebesar 182.000 bph.
Produksi Blok Cepu terus anjlok pada tahun 2024 ini hanya sekitar 144 ribu bph. Penurunan ini karena kandungan air lapangan Banyu Urip sekarang ini meningkat.
11. Bor 7 Sumur Infill Clastic
Kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), ExxonMobil sekarang ini sedang berupaya mendongkrak produksi Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, melalui proyek Banyu Urip Infill Clastic (BUIC). Proyek tersebut sekarang ini telah melakukan pengeboran 5 sumur dari 7 sumur.
Pengeboran 7 sumur infill clastic ini diperkirakan bisa menambah produksi Blok Cepu sebanyak 42 juta barel. Dengan tambahan produksi rerata 10.000 sampai 15.000 bph.
12. Cadangan Minyak Blok Cepu Tembus 1 Miliar Barel
Cadangan minyak di Blok Cepu terus meningkat sejak diumumkan pertama kali. Pada 2011, ExxonMobil mengumumkan cadangan minyak di lapangan tersebut sebesar 450 juta barel.
Kemudian, pada awal bulan Desember 2018, cadangan Blok Cepu diumumkan meningkat menjadi 729 juta barel setelah ExxonMobil melakukan pembaruan data seismik reprocessing guna meningkatkan gambaran di bawah permukaan tanah. Cadangan Lapangan Banyu Urip kembali diumumkan meningkat menjadi 823 juta barel, dan terakhir menjadi 1 miliar barel.
13. Sudah Kuras 660 juta Barel
Dari cadangan minyak Banyu Urip sebanyak 1 miliar berel, ExxonMobil telah melakukan produksi lebih dari 660 juta barel pada Agustus 2024. Ratusan juta barel minyak tersebut telah dilakukan pengapalan sebanyak seriibu kali.
Artinya, jika dikalkulasi cadangan minyak Banyu Urip, Blok Cepu sekarang ini tinggal menyisakan 340 juta barel. Dari 340 juta barel tersebut jika setiap hari diproduksi sebanyak 165.000 barel, maka hanya akan berlangsung sampai 2.060 hari.