Selain DBH Migas, Bojonegoro Juga Mendapat DBH PBB Migas, Apa Bedanya?

Lapangan migas Banyu Urip, Blok Cepu.
PENGHASIL MIGAS : Lapangan Migas Banyu Urip, Blok Cepu, di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.(arifin jauhari)

SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari

Bojonegoro — Sebagai daerah penghasil minyak dan gas bumi (Migas), Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, memiliki hak untuk mendapatkan bagian dari penerimaan negara dari hasil produksi Migas di wilayahnya. Bagian ini disebut dengan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas.

Selain DBH Migas, ada bagi hasil lainnya yang diterima Bojonegoro, namun ini seringkali luput dari perhatian publik. Yakni DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Migas. Lalu apa beda antara keduanya, dan apa pula bedanya dengan PBB Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2)?.

Belum lama ini, Suarabanyuurip.com mendapatkan penjelasan perihal DBH Migas, DBH PBB Migas, dan perbedaannya dengan PBB-P2 dari Dosen, Peneliti, dan Pemerhati Bisnis Hulu Migas Universitas Pertamina, Dr. Alfonsus Rinto Pudyantoro dalam satu kesempatan ketika di Jakarta.

DBH Migas dan DBH PBB Migas adalah dua jenis dana bagi hasil yang berbeda, meskipun keduanya bersumber dari sektor Migas. DBH Migas bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas, sedangkan DBH PBB Migas bersumber dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dari sektor Migas.

PBB Migas adalah pajak yang dipungut berdasarkan aset berupa tanah, tubuh bumi dan bangunan yang digunakan dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi Migas.

PBB Migas termasuk kelompok PBB sektor P5L, yang mencakup lima kategori, yaitu: perkebunan, perhutanan, pertambangan migas, pertambangan minerba, dan lainnya.

PBB Migas berbeda dengan PBB Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) yang dikelola langsung oleh pemerintah daerah dan dicatat sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD), sementara PBB Migas dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di tingkat pusat.

“Akan tetapi hasil dan perolehan PBB Migas yang dipungut dibagi ke daerah melalui skema Dana Bagi Hasil (DBH). Sehingga istilah komplitnya adalah DBH PBB Migas, namun secara spesifik kemudian disebut PBB Migas,” katanya dikutip Suarabanyuurip.com, Sabtu (5/7/2025).

Dosen, Peneliti, dan Pemerhati Bisnis Hulu Migas Universitas Pertamina, Dr. Alfonsus Rinto Pudyantoro.
Dosen, Peneliti, dan Pemerhati Bisnis Hulu Migas Universitas Pertamina, Dr. Alfonsus Rinto Pudyantoro saat menjelaskan tentang DBH Migas dan DBH PBB Migas.(arifin jauhari)

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 159 Tahun 2023, PBB Migas dibagi hasilkan ke daerah dengan pembagian: (1) 73,8 persen untuk kabupaten/kota penghasil, (2) 16,2 persen untuk provinsi, dan (3)10 persen untuk kabupaten/kota lain dalam provinsi.

Angka tersebut dianggap mampu mencerminkan prinsip keadilan fiskal, dengan memberi ruang bagi daerah penghasil untuk memperoleh kompensasi atas pemanfaatan sumber daya alam di wilayahnya.

Konsepnya sama dengan DBH Migas, yaitu mengutamakan daerah penghasil Migas untuk memperoleh manfaat fiskal lebih besar dari keberadaan aktivitas hulu migas di wilayahnya.

Hanya saja peran PBB Migas terhadap perekonomian di daerah kerap kali luput dari perhatian publik. Padahal PBB Migas nyata memberikan kontribusi besar terhadap struktur penerimaan daerah.

“PBB Migas adalah instrumen fiskal yang penting bagi daerah dan menjadi ‘napas’ pembangunan daerah,” jelasnya.

Ada dua komponen utama yang menyebabkan besar kecilnya PBB Migas. Pertama, komponen tubuh bumi, yang dihitung berdasarkan volume lifting. Lalu komponen ke dua, yaitu penambahan komponen bangunan, termasuk jumlah sumur, fasilitas produksi, pipa, gudang, perkantoran, dan infrastruktur lainnya yang digunakan dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi.

“Kontribusi operasional migas tercermin dari PBB Migas yang disalurkan ke daerah-daerah penghasil,” paparnya.

Terpisah, berkenaan DBH PBB Migas, Kepala Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN) Bojonegoro, Teguh Ratno Sukarno mengatakan, bahwa pada tahun 2025, Kabupaten Bojonegoro diproyeksikan bakal menerima alokasi DBH PBB Migas sebesar Rp819.305.557.000 (Rp819,30 miliar).

Setiap tahun Bojonegoro menerima DBH PBB Migas. Paling dekat, pada 2024, Bojonegoro telah menerima DBH PBB Migas sebesar Rp766.812.214.000 (Rp766 miliar).

Sedangkan sampai dengan triwulan kedua tahun 2025, penyaluran DBH PBB Migas untuk Kabupaten Bojonegoro terealisasi sebesar Rp327.722.222.750. (Rp322 miliar).

“Kami sampaikan Capaian Kinerja APBN KPPN Bojonegoro yang salah satunya terdapat transfer ke daerah (TKD) penyaluran Dana Bagi Hasil,” kata Teguh Ratno Sukarno.(fin)

 

 

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *